Selasa, 14 Juli 2009

Peranan Proses Job Analysis dalam Program Balance Scorecard.

Balance Scorecard (BS) adalah alat ukur manajemen yang pada awalnya digunakan untuk manajemen akuntansi, merupakan serangkaian proses pengukuran kinerja yang komprehensif dari suatu perusahaan, artinya semua kegiatan yang ada di dalam organisasi itu, kinerjanya diukur dengan menggunakan satuan “uang” yang diwujudkan ke dalam laporan keuangan. Balance Scorecard dipublikasikan pada tahun 1992 oleh Robert Kaplan dan David Norton melalui artikel, dan dibuat buku pada tahun yang sama dengan judul “The Balalance Scorecard: measures that drive performance”

Sejalan dengan perjalanan waktu, out-put yang dihasilkan oleh BS dirasa masih kurang sempurna, sebab sederatan angka yang disusun dalam laporan keuangan hanya mencerminkan asset-asset yang berwujud (tangible) saja, sedangkan asset-asset yang tak berwujud (intangible) tidak terlaporkan, dari hal lain, menurut pendapat banyak pakar bahwa asset-asset tak berwujud menyimpan nilai yang relatif bisa lebih besar dibandingkan dengan asset-asset yang berwujud. Sehingga apabila dalam laporan keuangan menunjukkan turunnya pendapatan perusahaan, maka kecenderungannya adalah melaksanakan tindakan pemotongan pada post-post asset tak berwujud, seperti; pemotongan pada biaya promosi, dimana hakekatnya biaya tersebut digunakan untuk memelihara dan meningkatkan pelayanan pada pelanggan, hal lainnya pemotongan biaya pengembangan/meningkatkan kompetensi karyawan, walaupun pada jangka pendek investasi yang ditanam untuk meningkatkan kompetensi/kualifikasi karyawan tidak kentara, namun dibalik itu dengan karyawan yang qualified pada masing-masing bidang kerja, khususnya pada pekerjaan ujung tombak, yaitu penjualan dan promosi, perusahaan sebenarnya menyimpan tabungan yang besar untuk dapat mencari keuntungan melalui potensi pasar dan kemampuan karyawan dalam menjual produk atau jasa perusahaan.

Pada saat pertama kali BS diperkenalkan hanya memiliki 1 (satu) perspektif, yaitu persepektif finansial, nah kesini-kesininya dah berkembang dan bertambah 3 (tiga) perspektif lagi, yaitu perspektif “pelanggan”, perspektif “Bisnis Proses Internal”, dan perspektif “Pembelajaran & Innovasi”. Ke empat perspektif di atas, masing-masing harus diukur dengan menggunakan metode pengukuran tertentu yang pada akhirnya dikuantifisir ke dalam satuan “uang”. Kalo kita perhatiin diantara keempat perspektif di atas, ternyata ketiga perspektif terakhir merupakan perspektif pendukung yang sangat berperan dalam menghasilkan laporan keuangan sperti yang diarepin, yaitu profit yang terus naek. Nah sekarang kita coba identifikasi jenis, kontribusi, dan indikator kunci pelaksanaan kerja dari masing-masing perspektif :

  1. Perspektif Keuangan; menguji kinerja perusahaan lewat laporan keuangan atas hasil implementasi dan pelaksanaan strategi yang telah diterapkan yang berkontribusi pada garis dasar peningkatan perusahaan tersebut. Hal tersebut merepresentasikan pencapaian sasaran strategis jangka panjang dari organisasi, dan disertai dengan bentuk hasil yang terukur dari strategi tersebut di dalam terminologi keuangan tradisional. Resume laporan keuangan tersebut akan memperlihatkan tentang akselerasi pertumbuhan perusahaan, jenis factor-faktor pendukung, dan tingkat pencapaian hasil kinerja perusahaan. Sasaran hasil keuangan dan ukuran untuk langkah pertumbuhan akan berasal dari pengembangan dan pertumbuhan organisasi yang akan mendorong kearah ditingkatkannya volume penjualan, penambahan pelanggan yang baru, pertumbuhan pendapatan dan lain lain. dukungan langkah pada sisi lain akan ditandai oleh cermin ukuran yang mengevaluasi efektivitas dari organisasi dalam mengatur biaya-biaya dan operasi nya, Dengan menghitung rasio laba dari modal, mendayagunakan laba dari modal, dan lain lain, akhirnya, langkah pencapaian hasil akan didasarkan pada analisis arus kas dengan ukuran seperti; masa pengembalian dan volume pendapatan. Sebagian perspektif keuangan paling umum mengukur, pertumbuhan pendapatan, biaya-biaya, margin keuntungan, arus kas, menjaring pendapatan usaha dan lain lain. Sedangkan indikator kunci pelaksanaan kerja (Key Performance Indicator) yang biasa digunakan adalah : Cash flow, Return on Investment, Financial Result, Return on Capital, Return on Equity.
  2. Perspektif pelanggan; menggambarkan dasar nilai bahwa organisasi akan mengaplikasikan strategi pencapaian target profit perusahaan dengan menerapkan metode tertentu yang pada akhirnya memenuhi kepuasan pelanggan dan dengan begitu diharapkan menghasilkan penjualan yang naik sesuai dengan harapan yaitu dengan berpedoman memanjakan kelompok pelanggan. Ukuran yang dipilih untuk perspektif pelanggan adalah menggunakan ukuran; pengiriman tepat waktu, mutu produk/jasa, jasa layanan, dan biaya yang optimal, dan hasil yang dicapai merupakan hasil dasar nilai dari kepuasan pelanggan dan penguasaan pasar. Dasar nilai tersebut dipusatkan pada salah satu dari ke tiga hal tersebut ini: keunggulan operasional, keakraban pelanggan, atau keandalan produk, paralel dengan pemeliharaan ukuran dua perspektif lainnya. Sedangkan indikator kunci pelaksanaan kerja (Key Performance Indicator) yang biasa digunakan adalah : Timely delivery, Quality Product/service, After sales service, Optimal expense, Reached result.
  3. Perspektif Bisnis Proses Internal; mempunyai kaitan dengan proses menciptakan dan mengirimkan produk pada pelanggan. Fokusnya pada semua aktivitas dan proses kunci yang diperlukan dalam urutan kerja perusahaan untuk mahir dalam menyediakan nilai yang diharapkan oleh pelanggan atas kedua ukuran yaitu produktif dan efisien. sasaran hasil adalah pada jangka panjang dan jangka pendek, ini sama dengan pengembangan proses inovatif dalam rangka merangsang peningkatan kompetensi/kemampuan karyawan. Dalam rangka mengidentifikasi ukuran yang sesuai dengan perspektif bisnis proses internal, Kaplan dan Norton mengusulkan penggunaan beberapa penggolongan proses penciptaan nilai yang serupa di (dalam) suatu organisasi. Penggolongan untuk perspektif proses internal adalah pada manajemen operasi ( dengan meningkatkan pemanfaatan asset, manajemen rantai persediaan, dll), manajemen pelanggan ( dengan mengembangkan dan memperdalam hubungan), inovasi ( dengan produksi baru dan jasa) dan pengaturan & sosial ( dengan memelihara hubungan baik dengan eksternal stakeholders). Sedangkan indikator kunci pelaksanaan kerja (Key Performance Indicator) yang biasa digunakan adalah :Number of activities, Opportunity success rate, Accident ratios & Environment compatibility, Overall equipment effectiveness.
  4. Perspektif Inovasi dan pembelajaran; adalah pondasi bagi strategi apapun dan terpusat pada asset tak berwujud (intangible) dari suatu organisasi, sebagian besar berwujud kemampuan dan ketrampilan internal yang diperlukan untuk mendukung nilai penciptaan proses internal. Perspektif Inovasi & Pembelajaran mempunyai kaitan dengan pekerjaan-pekerjaan (dan dimotori oleh modal kemampuan manusia), sistem ( [modal informasi), dan iklim ( [modal organisasi) dari perusahaan tersebut. Tiga faktor ini berhubungan dengan apa yang Kaplan dan Norton klaim, yaitu infrastruktur yang diperlukan dalam rangka memungkinkan tercapainya sasaran hasil yang ambisius dari tiga perspektif lainnya. hal Ini tentu saja untuk pencapaian tujuan jangka panjang, karena suatu harapan peningkatan perspektif pembelajaran dan Innovasi (via peningkatan kompetensi karyawan) akan memerlukan pembelanjaan tertentu yang bisa mengurangi hasil keuangan jangka pendek, untuk mendukung pencapaian sukses jangka panjang. Sedangkan indikator kunci pelaksanaan kerja (Key Performance Indicator) yang biasa digunakan adalah : Investment Rate, Illness rate, Internal Promotions %, Employee Turnover, Gender Ratios.

Nah sekarang kita sudah mengetahui bahwa Balance Scorecard adalah alat manajemen, yang berhubungan dengan proses pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan ukuran-ukuran tertentu untuk masing-masing perspektif. Dari hal tersebut dapat kita lihat pada intinya dengan menggunakan BS, maka kita mengelola kinerja perusahaan agar kinerja tersebut dapat tumbuh dan berkembang ke arah meningkatnya pendapatan perusahaan. Hal lainnya yang dapat kita lihat, bahwa BS memiliki kebaikan untuk tumbuh dan berkembangnya suatu perusahaan, karena BS bersifat :

  1. Komprehensif; yaitu melibatkan fungsi-fungsi vital dalam organisasi perusahaan, dengan melibatkan fungsi-fungsi keuangan, system produksi, kompetensi karyawan dan innovasi, serta kepuasan pelanggan.
  2. Koheren; dalam arti membangun rangkaian sebab akibat dari masing-masing perspektif. Dimana sasaran strategis perusahaan akan mempengaruhi, baik bisnis proses internal maupun bisnis proses eksternal, dalam arti turunnya tingkat penjualan bukan hanya disebabkan oleh satu fungsi saja, melainkan bisa saja akibat tertentu dari fungsi lain.
  3. Seimbang; yaitu pengukuran kinerja yang dilakukan oleh BS diarahkan dari merumuskan sasaran strategis sampai pada pelaksanaan aktifitasnya menganut rumus keseimbangan, dalam arti; Seimbang antara fokus sasaran strategis dengan pemeliharaan tingkat kompetensi dan tingkat innovasi; Seimbang antara sasaran strategis dengan pemeliharaan dan perbaikan-perbaikan system dan metoda proses produksi/jasa; Seimbang antara sasaran strategis dengan pemeliharaan hubungan baik dengan fihak pelanggan.
  4. Terukur; dari pernyataan visi dan misi perusahaan yang bersifat kualitatif (tak terukur) yang di set-up menjadi sasaran strategis, yang kemudian diterjemahkan sampai pada aktifitas untuk setiap individu, BS mencoba mengidentifikasi setiap aktifitas dengan ukuran yang jelas dan kemudian semua ukuran tadi dikuantifisir ke dalam satuan ukuran uang, ini menggambarkan bahwa pada akhirnya mulai dari sasaran operasional yang pengukurannya dengan menggunakan KPI (Key Performance Indicator) sampai sasaran strategis perusahaan, kinerjanya akan mudah difahami tingkat keberhasilannya.
Menggunakan BS, berarti perusahaan tersebut bisa dikatakan berhubungan dengan pengelolaan kinerja yang arahnya adalah menentukan Key Performance Indicator (KPI), dimana KPI tersebut dapat merepresentasikan ukuran-ukuran kinerja. Pengelolaan kinerja, menentukan KPI, serta menentukan ukuran-ukurannya, hal ini tidak lepas dari kegiatan pengidentifikasian pekerjaan (aktifitas), sebab aktifitas merupakan fondasi dasar yang harus diidentifikasi pada awal kegiatan penggunaan BS. Bagaimana kita bisa menentukan ukuran-ukuran kinerja yang kemudian mengukur tingkat keberhasilan kinerja, apabila tanpa dilengkapi dengan adanya suatu aktifitas, atau bagaimana kita bisa meningkatkan kompetensi karywan agar mahir dalam mengerjakan proses produksi atau memenuhi kepuasan pelanggan dengan meningkatkan innovasinya, apabila tidak ada standard pekerjaan (aktifitas) yang ditetapkan terlebih dahulu. Nah dari gambaran ini jelas bahwa peranan yang ada dalam BS ada dua faktor pendukung yang sangat penting untuk bisa berhasil menerapkan BS tersebut, faktor tersebut adalah pekerjaan (aktifitas) dan kompetensi (kemampuan) karyawan yang diarahkan untuk mendukung semua perspektif.

Mengidentifikasi aktifitas dari hasil terjemahan visi dan misi perusahaan yang paralel dengan menetapkan sasaran strategis, menentukan satuan ukuran dan metoda pengukuran, baik untuk pekerjaan maupun pengukuran kompetensi karyawan, serta mengukur tingkat prestasi/kinerjanya untuk setiap fungsi organisasi dan karyawannya, yang kesemuanya ini adalah untuk mendukung keberhasilan diterapkannya BS keempat perspektif, kegiatan ini sebagian besar merupakan lingkup dari manajemen sumber daya manusia, yang diawali oleh Proses Job Analysis.

Dengan melaksanakan proses job analysis, maka pengidentifikasian; rangkaian aktivitas proses produksi (Perspektif Bisnis Proses Internal), system dan metoda pengukuran prestasi, kompetensi, serta tingkat innovasi karyawan (Perspektif Pembelajaran dan Innovasi), serta kebutuhan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan karyawan dalam memberikan pelayanan demi kepuasan pelanggan (Perspektif Pelanggan), akan dapat dirancang relatif lebih mudah ke dalam suatu program yang terintegrasi dan andal untuk memperlancar penerapan Balance Scorecard.

Peranan Job Analisis

Berdasarkan empat perspektif yang digunakan dalam penerapan balance scorecard, yaitu perspektif keuangan, bisnis produksi internal, pelanggan, dan pembelajaran dan Inovasi, perspektif keuangan merupakan akhir dari indikator pengukuran yang menunjukkan pencapaian hasil kinerja perusahaan secara menyeluruh. Sedangkan tiga perspektif lainnya merupakan obyek lain yang harus diukur untuk mendukung tercapainya sasaran akhir dari pelaporan keuangan.

Nah sekarang kita lihat sejauh mana peranan job analisis dalam mendukung kelancaran penerapan BS. Seperti yang telah ditulis di atas, bahwa masing-masing perspektif memiliki satuan ukuran, yaitu sebagai berikut :

  1. Perspektif Bisnis Produksi Internal; Number of activities, Opportunity success rate, Accident ratios & Environment compatibility, Overall equipment effectiveness. Hal pertama yang harus kita identifikasi adalah menetapkan jumlah aktifitas (Number of activities). Di dalam proses job analisis, menetapkan jumlah aktifitas berada dalam proses merancang pekerjaan (Job Design), yaitu diawali dengan menterjemahkan visi dan misi perusahaan ke dalam pernyataan-pernyataan aktivitas. Jika kita misalkan terdapat 4 fungsi organisasi dalam suatu perusahaan, misalkan fungsi Rekayasa, Produksi, Penjualan & Pemasaran, dan Pendukung (lihat gambar 1). Dari gambar tersebut menunjukkan secara garis besar tentang peran (kontribusi) masing-masing fungsi organisasi yang digambarkan dengan tanda panah, sedangkan penetapan uraian peran (uraian aktifitas) ditetapkan berdasarkan hasil dari menterjemahkan visi dan misi, uraian peran di atas merupakan kontribusi global dari masing-masing fungsi organisasi yang masih perlu diturunkan lagi ke dalam format uraian pekerjaan untuk setiap individu karyawan memiliki kelengkapan; Job Title (Nama pekerjaan), Job Description (Uraian Pekerjaan), Competency Requirement (Persyaratan Kompetensi), dan Tahapan aktifitas (Step of activities). Proses penuangan pernyataan uraian pekerjaan dan persyaratan kompetensi ini adalah bagian dari proses analisis pekerjaan. Apabila proses ini tidak dilaksanakan pada awal kegiatan, maka kegiatan lainnya yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya manusia (sdm), maka proses pengukuran pencapaian kinerja terhadap system (misalkan; produksi, penjualan, pengadministrasian, dan lain-lain) dan pengukuran kinerja sdm, tidak akan dapat dilaksanakan, dan hal ini jelas akan menghambat penerapan program BS. Karena penetapan aktifitas harus dilaksanakan pada awal, maka kita bisa melihat betapa sangat fundamental dan strategisnya peran dari analisis pekerjaan pada perspektif bisnis produksi internal di perusahaan yang akan menerapkan BS. Dari proses identifikasi jumlah pekerjaan (Number of activities), maka untuk mengukur sasaran kerja lainnya seperti; Opportunity success rate, Accident ratios & Environment compatibility, Overall equipment effectiveness, akan dapat dilaksanakan tanpa ada hambatan.

  2. Perspektif pada Pelanggan; Timely delivery, Quality Product/service, After sales service, Optimal expense, Reached result. Satuan ukuran yang digunakan dalam perspektif ini, berhubungan erat sekali dengan pengelolaan sumber daya manusia, khususnya pada pemeliharaan dan peningkatan kualifikasi (kompetensi) karyawan. Untuk mengetahui materi kompetensi apa yang harus selalu dijaga (refreshment) dan kemampuan apa yang harus selalu ditingkatkan atas kemampuan yang dimiliki oleh karyawan, maka kita harus menyusun program pelatihan dan peningkatan kemampuan karyawan yang didasarkan oleh persyaratan kompetensi (kualifikasi) standard yang telah ditetapkan oleh perusahaan yang merupakan hasil dari proses job analysis. Penuangan materi pelatihan untuk menjaga stabilnya kemampuan karyawan melalui program refreshment dan meningkatkan kemampuan karyawan melalui program pelatihan, dalam dunia job analysis biasa disebut dengan Training Need Analysis. Pada penerapan program peningkatan kemampuan (kompetensi/kualifikasi) karyawan, maka sebelumnya kita harus mengidentifikasi tingkatan untuk setiap pekerjaan (job title), yang berfungsi sebgai indicator tinggi rendahnya masing-masing pekerjaan, nah untuk menetapkan bahwa pekerjaan satu lebih tinggi dibandingkan dengan pekerjaan lainnya, kita perlu melaksanakan proses job evaluasi, yaitu proses penghitungan bobot untuk setiap pekerjaan dengan menggunakan metoda tertentu, kemudian ditetapkan masing-masing tingkatannya pada setiap pekerjaan yang telah memiliki bobot hasil dari proses job evaluasi. Apabila kita telah mengidentifikasi bobot dan tingkatan pekerjaan, maka kita telah memiliki satuan ukuran standard kompetensi/kemampuan yang dipersyaratkan oleh suatu pekerjaan, maka kita bisa mengukur semua sasaran kinerja, seperti; Timely delivery, Quality Product/service, After sales service, Optimal expense, Reached result dengan lebih mudah, karena setiap pekerjaan akan dilengkapi dengan satuan-satuan ukuran yang dapat digunakan sebagai panduan dalam mengukur sasaran kinerja yang digunakan dalam perspektif ini.

  3. Perspektif Pembelajaran dan Inovasi; Investment Rate, Illness rate, Internal Promotions %, Employee Turnover, Gender Ratios. Pada perspektif ini sangat jelas arahnya pada pengelolaan sumber daya manusia, khususnya pada penyusunan program pemberian penghargaan dan pengakuan atas tercapainya peningkatan prestasi yang diraih oleh setiap karyawan, selain mengukur pencapaian prestasi yang dicapai oleh setiap karyawan, perusahaan juga memerlukan program pengakuan bahwa seseorang dapat naik dari satu tingkatan pekerjaan ke tingkatan pekerjaan lainnya, program ini akan dapat merangsang seorang karyawan untuk selalu menjalani pembelajaran di dalam masing-masing pekerjaan untuk meningkatkan kemampuannya. Wadah yang diperlukan untuk dapat merealisasikan peningkatan kemampuan setiap karyawan yang layak untuk dapat naik dari satu tingkatan ke tingkatan yang lebih tingggi, kita harus merancang peta karir yang berbahan dasar dari uraian pekerjaan dan persyaratan kompetensi/kualifikasi. Peta karir ini adalah suatu kumpulan pekerjaan yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat menggambarkan jenjang pekerjaan serta arah karir dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain yang lebih tinggi. Dengan terpeliharanya budaya pembelajaran untuk semua karyawan, maka dapat dipastikan setiap karyawan akan memiliki naluri untuk selalu belajar dan belajar, sehingga kecenderungan untuk mendapatkan hal yang baru (termasuk inovasi), bisa dipastikan potensi inovasi yang ada dalam nalar karyawan dapat direalisasikan dalam setiap pekerjaan. Dengan penerapan program yang telah penulis jelaskan di atas, maka ukuran sasaran pencapaian kinerja seperti; Investment Rate, Illness rate, Internal Promotions %, Employee Turnover, Gender Ratios pada perspektif ini diharapkan dapat lebih mudah dilaksanakan.
Dari penjelasan mengenai peranan analisis pekerjaan pada setiap perspektif yang digunakan untuk mengukur pencapaian kinerja perusahaan dalam penerapan BS, dapat kita lihat betapa eratnya hubungan antara BS dengan proses analisis pekerjaan bahkan ada kesan bahwa sangat diperlukan keberadaan analisa pekerjaan menjadi alat yang ampuh dalam memperlancar pengukuran pencapaian hasil kinerja perusahaan. Untuk lebih jelasnya lihat gambar di bawah ini.



Tidak ada komentar: